ARTIKEL ILMIAH PERAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN TRANS GENDER



ARTIKEL ILMIAH
PERAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN TRANS GENDER
”Sebagai Syarat Untuk Mengikuti Latihan Khusus Kohati (LKK)”
 












Oleh:
Alinda Patwa Padilah

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
KOMISARIAT PAGERAGEUNG
CABANG TASIKMALAYA
2019


PERAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN TRANS GENDER
Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Pagerageung Cabang Tasikmalaya, Jln.Bojong Benteng ,Tanjungkerta, Pagerageung, Kota Tasikmalaya.
alindapatwapadilah@gmail.com


Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai wujud kesetaraan gender di lingkup organisasi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan triangulasi sumber sebagai validitas data. Data diperoleh melalui observasi dan wawancara yang dilakukan di masing-masing organisasi mahasiswa di Universitas Sebelas Maret. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua organisasi terdapat dominasi laki-laki sebagai pimpinan organisasi, sedangkan perempuan menjabat sebagai sekretaris, bendahara dan anggota. Realitanya belum ada kesetaraan dan keadilan gender (KKG) serta pengarusutamaan gender (PUG) dari setiap organisasi, sehingga posisi perempuan masih berada pada nomor dua setelah laki-laki.
PENDAHULUAN
Di kalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa UNS, mengapa kandidat pemimpin organisasi selalu di dominasi laki-laki. Minimnya peran perempuan dalam tampuk kekuasaan sebagai seorang pemimpin. Dalam pengisian setiap divisi dalam organisasi pun juga lebih di dominasi oleh kalangan laki-laki sebagai koordinator setiap divisi. Walaupun tidak semuanya seperti itu, tetapi fenomena ini hampir tercermin dalam setiap organisasi di kampus. Pada umumnya perempuan di dalam organisasi banyak yang diidentikkan dengan peran sebagai sekretaris ataupun bendahara, namun jarang yang condong ke arah pemimpin organisasi atau sebagai penguasa.
Hal ini jelas merepresentasikan peran wanita di dalam sebuah keluarga, bahwasanya tugas perempuan itu hanya dalam ranah mengurus keuangan, dan dalam tataran rumah tangga saja. Sebenarnya posisi sebagai seorang pemimpin untuk saat ini bukan hanya diperuntukkan bagi kalangan laki-laki, bahkan sekarang posisi sebagai seorang pemimpin sudah terbuka lebar bagi kalangan perempuan. Hal itu sangat jelas sekali terlihat dalam ideologi bangsa kita yaitu yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila pada sila ke-5, yang menyebutkan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dari sila ke-5 tersebut sangat jelas bahwa ideologi bangsa ini menyiratkan akan kesetaraan hak bagi seluruh kaum, baik itu perempuan maupun laki-laki. Hak dan kewajiban bukan hanya dimiliki oleh satu kalangan tertentu, akan tetapi diperuntukkan bagi setiap elemen masyarakat. bidang organisasi di kalangan mahasiswa masih didominasi oleh sosok laki-laki.
Ada banyak sekali organisasi di UNS yang terdiri dari beberapa organisasi legislatif (DEMA Fakultas, DEMA Universitas), beberapa organisasi eksekutif (Hima, HMJ, BEM Fakultas, BEM Universitas), dan berbagai UKM baik Fakultas maupun Universitas, yang notabene pemimpin dari masing-masing Ormawa tersebut di dominasi oleh seorang laki-laki. UKM atau Unit Kegiatan Mahasiswa sama halnya seperti kegiatan ekstrakurikuler yang adalah di lembaga sekolah, di mana aktivitas kegiatannya dilakukan di luar jam pembelajaran (Fibrianto dan Bakhri, 2018). Hal ini masih sangat kontras dengan berbagai aturan mengenai konsep kesetaraan gender, di mana seorang perempuan masih berkutat pada ranah urusan rumah tangga (sekretaris, bendahara) dan bukan sebagai seorang pemimpin (ketua/ kepala). Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, bagaimana wujud kesetaraan gender di lingkup organisasi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2016? Beberapa hal inilah yang melatarbelakangi mengapa peneliti mengangkat sebuah penelitian dengan judul, “Kesetaraan Gender dalam Lingkup Organisasi Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2016”.



PEMBAHASAN
Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia (Demartoto, 2007). Istilah “gender” yang berasal dari bahasa Inggris yang di dalam kamus tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender, perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender. Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat. Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah.
Salah satu wacana yang dapat dipetik dari ideologi bangsa Indonesia adalah mengenai konsep kesetaraan gender. Hal ini juga diperkuat dengan adanya peraturan perundang-undangan mengenai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Tahun 2012. Selain itu juga diperkuat lagi dengan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Walaupun aturan mengenai kesetaraan gender tersebut sudah ada, namun masih peran wanita dalam pendidikan dan berorganisasi masih sangat minim, padahal kesempatan bagi kaum perempuan sudah sangat terbuka lebar dalam ranah pendidikan dan organisasi. Tetapi untuk jabatan sebagai seorang pemimpin khususnya di
Pada tanggal 25 September 2015, negara-negara anggota PBB mengangkat rangkaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 yang menyertakan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, atau Sustainable Development Goals (SDGs) dalam bahasa inggris. SDGs disusun berdasarkan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), yang telah diupayakan dari tahun 2000 sampai 2015, dan akan memandu pencapaian tujuan global yakni pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030 nanti. Terbentuknya SDGs merupakan suatu hal yang patut dirayakan oleh pemerintah daerah di seluruh dunia. Bahkan sebelum ditetapkannya 17 tujuan tersebut, inklusivitas dari proses Pasca-2015 sendiri telah merepresentasikan sebuah kemenangan bagi seluruh pemangku kepentingan PBB menyelenggarakan perundingan terbesar dalam sejarahnya untuk agenda Pasca-2015 ini. Selama proses tersebut, UCLG, yang memfasilitasi taskforce global bagi pemerintah daerah, mendorong untuk dibuatnya satu tujuan khusus terkait urbanisasi berkelanjutan dan mendesak agar seluruh tujuan dan target mempertimbangkan keberagaman konteks, peluang dan tantangan pada level sub-nasional. Merupakan hasil dari perjuangan keras pemerintah daerah, asosiasi terkait dan juga komunitas urban. Tujuan 11 menandakan sebuah langkah besar menuju pengakuan terhadap kekuatan transformatif urbanisasi untuk pembangunan, dan peran pemimpin-pemimpin daerah untuk mendorong perubahan global secara bottom-up. Akan tetapi, peran pemerintah daerah dalam pencapaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan ini jauh melebihi Tujuan 11. Seluruh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan memiliki target yang berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan keseharian pemerintahan daerah. Pemerintah daerah bukan sekedar pelaksana dari agenda pembangunan. Pemerintah daerah adalah pembuat kebijakan, katalis perubahan dan tingkat pemerintahan yang paling ideal untuk menghubungkan tujuan global dengan komunitas daerah. Anggota-anggota UCLG berkomitmen untuk berkontribusi secara proaktif terhadap kemitraan global yang baru antara lembaga internasional, pemerintah nasional, masyarakat, sektor privat dan tentunya, pemerintah daerah. Kami akan terus menggunakan platform global untuk menyuarakan potensi daerah dalam mendukung pembangunan dan mengajak pemerintah daerah untuk memenuhi perannya dalam pencapaian agenda yang ambisius, universal, dan terpadu ini. Di kalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa UNS, mengapa kandidat pemimpin organisasi selalu di dominasi laki-laki. Minimnya peran perempuan dalam tampuk kekuasaan sebagai seorang pemimpin. Dalam pengisian setiap divisi dalam organisasi pun juga lebih di dominasi oleh kalangan laki-laki sebagai koordinator setiap divisi. Walaupun tidak semuanya seperti itu, tetapi fenomena ini hampir tercermin dalam setiap organisasi di kampus. Pada umumnya perempuan di dalam organisasi banyak yang diidentikkan dengan peran sebagai sekretaris ataupun bendahara, namun jarang yang condong ke arah pemimpin organisasi atau sebagai penguasa.  Hal ini jelas merepresentasikan peran wanita di dalam sebuah keluarga, bahwasanya tugas perempuan itu hanya dalam ranah mengurus keuangan, dan dalam tataran rumah tangga saja. Sebenarnya posisi sebagai seorang pemimpin untuk saat ini bukan hanya diperuntukkan bagi kalangan laki-laki, bahkan sekarang posisi sebagai seorang pemimpin sudah terbuka lebar bagi kalangan perempuan. Hal itu sangat jelas sekali terlihat dalam ideologi bangsa kita yaitu yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila pada sila ke-5, yang menyebutkan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dari sila ke-5 tersebut sangat jelas bahwa ideologi bangsa ini menyiratkan akan kesetaraan hak bagi seluruh kaum, baik itu perempuan maupun laki-laki. Hak dan kewajiban bukan hanya dimiliki oleh satu kalangan tertentu, akan tetapi diperuntukkan bagi setiap elemen masyarakat.
Salah satu wacana yang dapat dipetik dari ideologi bangsa Indonesia adalah mengenai konsep kesetaraan gender. Hal ini juga diperkuat dengan adanya peraturan perundang-undangan mengenai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Tahun 2012. Selain itu juga diperkuat lagi dengan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Walaupun aturan mengenai kesetaraan gender tersebut sudah ada, namun masih peran wanita dalam pendidikan dan berorganisasi masih sangat minim, padahal kesempatan bagi kaum perempuan sudah sangat terbuka lebar dalam ranah pendidikan dan organisasi. Tetapi untuk jabatan sebagai seorang pemimpin khususnya di bidang organisasi di kalangan mahasiswa masih didominasi oleh sosok laki-laki.
Ada banyak sekali organisasi di UNS yang terdiri dari beberapa organisasi legislatif, beberapa organisasi eksekutif (Hima, HMJ, BEM Fakultas, BEM Universitas), dan berbagai UKM baik Fakultas maupun Universitas, yang notabene pemimpin dari masing-masing Ormawa tersebut di dominasi oleh seorang laki-laki. UKM atau Unit Kegiatan Mahasiswa sama halnya seperti kegiatan ekstrakurikuler yang adalah di lembaga sekolah, di mana aktivitas kegiatannya dilakukan di luar jam pembelajaran (Fibrianto dan Bakhri, 2018). Hal ini masih sangat kontras dengan berbagai aturan mengenai konsep kesetaraan gender, di mana seorang perempuan masih berkutat pada ranah urusan rumah tangga (sekretaris, bendahara) dan bukan sebagai seorang pemimpin (ketua/ kepala). Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, bagaimana wujud kesetaraan gender di lingkup organisasi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2016? Beberapa hal inilah yang melatarbelakangi mengapa peneliti mengangkat sebuah penelitian dengan judul, “Kesetaraan Gender dalam Lingkup Organisasi Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2016”. .
3.Lucy Pujasari Supratman, Representasi Citra Perempuan di Media dalam https://jurnal kominfo.go.id/index.php/observasi/article/view/75 diakses pada tanggal 01 Agustus 2017 pukul 23.45 WIB. Dari syair diatas dapat kita tarik benang merah bahwasanya perempuan memiliki peranan yang sangat sentral dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan menjadi pondasi dasar bagi keberlangsungan sebuah bangsa, maka dari itu perempuan ikut berperan dalam mendidik generasi penerus bangsa. Diperlukan perempuan yang memiliki kredibilitas yang tinggi baik secara moral dan intelektual. Namun, melihat perkembangan di Indonesia saat ini banyak perempuan yang mengedepankan gaya hidup yang berlebihan. Kehidupan ini sangat dipengaruhi oleh role model yang berkiblat ke arah barat sehingga memberikan dampak ala kebarat-baratan yang tidak sesuai dengan ciri khas kebiasaan adat Indonesia dan ditambah lagi dengan tidak dijadikannya Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pedoman dan pegangan hidup. Keduanya telah dianggap tidak sesuai dengan keadaan sekarang alias kuno dan ketinggalan zaman.2 Citra perempuan hingga saat ini memang masih berkisar pada wilayah subordinat dibanding lelaki. Stereotip yang telah terpatri dalam perempuan inilah yang lambat laun membentuk opini masyarakat bahwa perempuan hanya bisa berkiprah di bawah kuasa laki-laki serta hanya mampu dimaknai eksistensinya pada wilayah realitas fisik perempuan saja
Kenyataan diatas sangat berbanding terbalik dengan hakekat perempuan secara perannya. Dalam hal ini peranan perempuan dibagi menjadi 4 yaitu sebagai anak, istri, ibu dan anggota masyarakat. Dalam pengembangan ke empat peranan tersebut maka diperlukan peningkatan pendidikan bagi perempuan agar memahami status dan fungsinya. KOHATI menjadi salah satu wadah alternatif dalam mendidik perempuan sesuai dengan perkembangan zaman dalam lingkungan mahasiswa. Kaum perempuan haruslah memiliki keseimbangan baik itu dalam hal kemandirian, intelektual serta ketegasannya dalam landasan berpijak yang jelas. Perkaderan di dalam KOHATI memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan potensi HMI-Wati serta membekalinya dengan apa-apa yang dibutuhkannya nanti dalam rangka mempersiapkan HMI-Wati untuk melaksanakan perannya dengan baik sehingga kader HMI terutama HMI-Wati menjadi kader yang terarah dan terukur. Melalui penjelasan pemaparan latar belakang diatas penulis ingin menjelaskan tentang Citra Perempuan Masa Depan Melalui Perkaderan KOHATI.
Citra Perempuan Masa Depan Melalui Perkaderan KOHATI
Perkaderan KOHATI merupakan sekumpulan aktivitas pembinaan yang terintegrasi dalam upaya mencapai tujuan HMI umumnya dan tujuan KOHATI khususnya. HMI-Wati harus mengikuti seluruh rangkaian perkaderan secara sistematis 4. Dibawah ini adalah macam-macam perkaderan KOHATI sebagai berikut: 4 Tim Perumus, Pedoman... hal. 29.  5 Hasil Musyarawarah Nasional KOHATI ke XXI KOHATI Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. .
a. Kaderisasi individu dilakukan melalui penugasan-penugasan untuk menjalankan roda organisasi KOHATI.
b. Kaderisasi kelompok dilakukan melalui forum-forum perkaderan formal dan non formal KOHATI yaitu :
1) Forum Perkaderan Formal (Latihan Khusus Kohati, Training For Trainers) 2) Forum Perkaderan Non Formal (Pranikah, Kewirausahaan, Publik Speaking, Latihan Kader Sensitif Gender Perspektif Islam, Kesehatan.
Dalam hal ini perkaderan KOHATI sangat mengarahkan perempuan untuk mengenal hakekatnya secara utuh dan mampu bersaing dengan laki-laki sehingga perempuan tidak tersubordanikan dibawah kekuasaannya. Agar terbentuk citra perempuan yang cerdas secara kapabilitas, anggun dalam perbuatan dan yang terpenting sadar akan peran dan tanggung jawabnya. Berbicara organisasi HMI khususnya Korps HMI-wati merupakan institusi yang memiliki peran sebagai Pembina dan Pendidik HMI-Wati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keIslaman dan keIndonesiaan.
Maka badan khusus KOHATI mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi HMI-Wati di semua bidang untuk akselerasi tujuan HMI.
Perkaderan KOHATI sangat memiliki peran penting dalam kemajuan perempuan dalam segala aspek baik melalui peningkatan wacana, kreatifitas, moral dan intelektualitas. Perkaderan ini dilakukan untuk meningkatkan harkat dan martabat HMI-Wati melihat kondisi sosial saat ini yang sangat memprihatinkan.Kompleksitas permasalahan perempuan diera modern menjadikan perempuan semakin tersingkir dari perannya sebagai anggota masyarakat. Perempuan menjadi tersubordinasi dibawah kekuasaan laki-laki. Dalam hal ini terlihat dengan banyaknya jerat kapitalisme yang menekan perempuan untuk selalu tertindas7 yang banyak terlihat dari SPG (Sales Promotion Girl) pertontonkan tubuh mereka demi menjual sebuah barang. Meskipun perempuan tersebut adalah pemilik tubuh sendiri, mereka memiliki hak untuk memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh mereka.8 Selain itu perempuan-perempuan yang dilarang untuk mendapatkan pendidikan yang lebih dari pada laki-laki sehingga pada akhirnya perempuan hanya akan berakhir pada kadas (kasur, dapur dan sumur). Apabila perempuan hanya berpangku tangan saja maka terciptalah perempuan-perempuan robot era baru yang menjadi perusuh bagi tuannya. Sehingga dalam ini pendidikan bagi perempuan menjadi sangat penting agar harkat dan martabatnya kembali seperti semula dan tanpa menghilangkan kodratnya sebagai seorang perempuan (anak, calon istri, ibu dan anggota masyarakat). Peran KOHATI menjadi sangat komplek terhadap perubahan isu dan sosial yang terjadi pada perempuan sehingga perkaderannya pun harus dilakukan dengan sebaiknya mungkin agar sesuai dengan kebutuhan perempuan saat ini. Salah satu yang menjadi solusi alternatif adalah dengan melakukan soalisasi dan penyuluhan mengenai gender. Gender dianggap masih tabu dalam lingkungan masyarakat yang awal dengan pendidikan. Dalam hal ini KOHATI wajib menyadarkan peran perempuan agar menjadi perempuan yang seutuhnya. Pada hakekatnya perempuan pasti memiliki potensi tersendiri di dalam dirinya namun beberapa tidak dapat tersalurkan dan terdeteksi dikarenakan tidak ada wadah yang memicunya untuk mengeluarkan potensi tersebut. Potensi tersebut sangat bermanfaat bagi keberlangsungan masa depan perempuan itu yang kelak akan menghadapi permasalahan-permasalah baik yang berbau politik, ekonomi dan hal-hal lain. Perempuan modern siap untuk ikut andil dalam setiap permasalah. Inilah perempuan modern sesungguhnya.  Sehingga pepatah jawa yang mengatakan bahwa perempuan itu dianggap terbelakang (terutama sekali di luar tanah Jawa) dapat terhapuskan. 9 Dengan melihat keadaan kaum perempuan dan memberikan pendidikan terhadap perempuan, maka KOHATI telah membangun tiang negara yang hampir runtuh dan menata kembali negara melalui perempuan-perempuan tangguh. Karena dari perempuan yang tangguh secara intelektual dan akhlak akan melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang baik sehingga Negara.

















DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Darahim, Andarus. (2003). Kendala Upaya Pemberdayaan Perempuan. Jakarta: Yayasan Melati.
Demartoto, Argyo. (2007). Menyibak Sensitivitas Gender dalam Keluarga Difabel. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.
Fakih, Mansour. (1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fibrianto, A. S., & Bakhri, S. (2018). Pelaksanaan Aktivitas Ekstrakurikuler Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) Dalam Pembentukkan Karakter, Moral Dan Sikap Nasionalisme Siswa Sma Negeri 3 Surakarta. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 2(2), 1-19.
Hungu. (2007). Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Penerbit Grasindo.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang Perlu diikuti oleh Pemerintah Daerah.















CURICULUM VITAE
(DAFTAR RIWAYAT HIDUP)

Nama                           : Alinda patwa padilah
Agama                         : Islam
TTL                             : Ciamis, 5 Agustus 1999
Warga Negara             : Indonesia
Alamat                        : Kp.Karangsari RT/RW 4/01 Des. Cibereum Kec.Sukamantri Kab. Ciamis                 
No HP                         :085624069347
Alamat Email              : alindapatwapadilah@gmail.com
Pendidikan Formal      :
TK R.A ASSAKINAH

2005-2006
SDN 2 CIBEUREUM

2006-2012
SMP islam terpadu Miftahul Huda II

20012-2015
SMK Miftahul Huda II
Jasa boga
2015-2018
Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah PP Suryalaya
Program Studi Pendidikan islam anak usia dini
2018- Sekarang

 Pengalaman Organisasi:
Organisasi Osis
2013-2014
SMP dan SMK  Miftahul huda II
Wakil PMR
2013-2014
SMPT Islam terpadu
HMPS,PROTOKORER
2019
IAILM- Suryalaya
Bidang eksternal
2019
HMI Cabang tasikmalaya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar