ARTIKEL ILMIAH PENGARUH TINDAKAN KEKERASAN PEREMPUAN TERHADAP LINGKUNGAN MASYARAKAT


ARTIKEL ILMIAH

PENGARUH TINDAKAN KEKERASAN PEREMPUAN TERHADAP LINGKUNGAN MASYARAKAT.
”Sebagai Syarat Untuk Mengikuti Latihan Khusus Kohati (LKK)”
 














Disusun oleh:
Putri Eka Dewanti


HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
KOMISARIAT PAGERAGEUNG
CABANG TASIKMALAYA
2019



PENGARUH TINDAKAN KEKERASAN PEREMPUAN TERHADAP LINGKUNGAN MASYARAKAT.
Putri Eka Dewanti
Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Pagerageung Cabang Tasikmalaya, Jln.Bojong Benteng ,Tanjungkerta, Pagerageung, Kab. Tasikmalaya.
Eka810639@gmail.com
ABSTRAK
Violence against women is always connoted with gender-based violence. It is not without cause, because the reality of violence against women in any context and the domain is due to the cultural dominance of men against women. Cultural domination is what ultimately makes the lame pattern of relationships between men and women, with a pattern of inferiority and superiority. This is actually happening behind the acts of violence against women is highly implicated in the reality of society over the years
Kekerasan terhadap perempuan selalu dikaitkan dengan kekerasan berbasis gender. Ini bukan tanpa sebab, karena realitas kekerasan terhadap perempuan dalam konteks apa pun dan wilayahnya adalah karena dominasi budaya laki-laki terhadap perempuan. Dominasi budaya inilah yang akhirnya membuat pola hubungan yang timpang antara pria dan wanita, dengan pola inferioritas dan superioritas. Ini sebenarnya terjadi di balik aksi kekerasan terhadap perempuan yang sangat berimplikasi pada realitas masyarakat selama ini.




PENDAHULUAN
Konsep serta praktek budaya yang banyak berlaku di masyarakat sejak jaman dulu sering menempatkan perempuan sebagai manusia yang tidak sederajat dan tidak sejajar dengan laki-laki. Bahkan seringkali perempuan diperlakukan seperti tidak mempunyai harga diri, martabat, maupun hak. Hal ini kemudian memunculkan banyak kasus pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan yang sampai saat ini tetap terjadi, yang memanfaatkan lemahnya posisi dan masih kurang luasnya upaya advokasi dan pemberdayaan terhadap perempuan.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa tindakan kekerasan terhadap perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan di manapun di dunia, walaupun diakui bahwa angka tindak kekerasan terhadap laki-laki lebih tinggi dibandingkan tertiadap perempuan. Akan tetapi hams diingat bahwasannya kedudukan perempuan di sebaglan dunia yang tidak dianggap sejajar dengan laki-laki. membuat masalah ini menjadi suatu momok bagi kaum perempuan. Terlebih lagi, rasa takut kaum perempuan terhadap kejahatan (fear of crime) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang dirasakan kaum pria. Pemyataan ini berlaku di seluruh dunia, tanpa memandang batas wilayah maupun waktu. Walaupun kenyataan menunjukan bahwa sebagian besar korban kejahatan adalah laki-laki, akan tetapi dapat difahami bahwa kerentanan wanita secara kodrati (dalam aspek jasmaniah) membuat fear ofcrime mereka lebih tinggi.
Lebih jauh lagi, apabila dikaitkan dengan isu tindak kekerasan terhadap perempuan, derita yang dialami oleh perempuan baik pada saat maupun setelah terjadi kekerasan pada kenyataannya jauh lebih traumatis daripada yang dialami laki-laki. Trauma yang lebih besar umumnya terjadi bila kekerasan ini dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dengan dirinya, misalnya keluarga sendiri (ayah, paman, suami, pacar), orangorang yang berkenaan dengan pekerjaannya (atasan atau teman kerja). Akan tetapi kejadian yang terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia juga menambahkan satu katagori lagi yang harus ditakuti perempuan, yakni orang-orang yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan bersenjata, sebagaimana yang dilaporkan terjadi di Jakarta (pada medio 1998) dan Aceh (yang menurut informasi sampai sekarang masih berlangsung). Ketiadaan proses yang menangani peristiwa-peristiwa yang disebut terakhir ini sangat jelas menunjukan lemahnya perlindungan bagi perempuan terhadap tindak kekerasan, dan rendahnya komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus secara yuridis.
Kekerasan terhadap perempuan  yang menjadi sorotan tulisan ini yakni kekerasan terhadap perempuan yang banyak terjadi di lingkungan masyarakat maupun keluarga. Dewasa ini kekerasan terhadap perempuan dan anak sangat mencemaskan banyak kalangan terutama kalangan yang peduli terhadap perempuan. Walaupun sejak tahun 1993 sudah ada Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan namun kekerasan terhadap perempuan tetap ada dan bahkan cenderung meningkat. Hal tersebut dapat diketahui oleh kita semua melalui peristiwa-peristiwa dan isu yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun keluarga. Pada tahun 2012 lebih dari 213 kasus kekerasan perempuan menghantui masyarakat. Terlebih aksi kekerasan terhadap perempuan terkesan lebih terbuka, diekspos secara blak-blakan oleh media dan cenderung brutal ataupun sadis. Sehingga, menimbulkan perspektif negatif di lingkungan masyarakat.

PEMBAHASAN
A.    TINDAKAN KEKERASAN PEREMPUAN
Pengertian dan Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan. Secara historis, adanya kekerasan adalah setua umur manusia itu sendiri. Kekerasan dapat menimpa siapa saja, baik laki-laki, perempuan, anak kecil maupun orang tua. Akan tetapi realitasnya, kekerasan lebih banyak menimpa anak-anak, terutama kaum perempuan. Oleh karena itu, kekerasan terhadap anak-anak khususnya perempuan, menjadi topik sentral untuk segera dicari solusi dan akar penyebabnya. Secara etimologis, difinisi kekerasan dibagi dalam dua kategori.
Pertama, secara sempit kekerasan adalah perbuatan yang berupa pemukulan, penganiayaan yang menyebabkan matinya atau cederanya seseorang ( kekerasan fisik). Kedua, kekerasan tidak hanya dalam bentuk fisik, akan tetapi dapat dilihat dari segi akibat dan pengaruhnya pada si korban. Kekerasan yang berdampak pada jiwa seseorang, seperti kebohongan, indoktrinasi, ancaman dan tekanan adalah kekerasan psikologis karena dimaksudkan untuk mengurangi kemampuan mental atau otak.
Kekerasan, atau violence pada dasarnya merupakan suatu konsep yang makna dan isinya sangat bergantung kepada masyarakat sendiri, seperti dikatakan oleh Levi (Levi, 1994: 295-353) dalam buku (Kekerasan Terhadap Istri, 2002:11)
Sedangkan Mansour fakih, dengan bahasa yang sederhana menyatakan bahwa, kekerasan (violence) secara umum dapat diartikan sebagai suatu serangan terhadap fisik dan psikis serta integritas mental seorang.
Kekerasan seperti yang dikatakan oleh Galtung (Hayati, 2004: 140), merupakan "suatu. tindakan yang dilakukan seseorang atau lebih yang menimbulkan luka, baik secara fisik maupun non fisik terhadap orang lain, dan lebih jauh merupakan suatu tindakan yang menyebabkan seseorang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya, disebabkan oleh bentuk-bentuk opresi dan penindasan yang ditujukan kepadanya”. Artinya, kekerasan menyebabkan seseorang dirugikan, atau mengalami dampak negatif dalam berbagai bentuk.
Menurut John Galtung (Noeke Sri Wardana, 1995:70), kekerasan adalah suatu kondisi sedemikian rupa sehingaga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya.. Penulis juga lebih setuju dengan konsep kekerasan dalam arti luas, yaitu yang tidak hanya meliputi kekerasan dalam arti fisik (penganiayaan dan pembunuhan), akan tetapi juga meliputi kebohongan, indoktrinasi, ancaman, tekanan dan sejenisnya bahkan penelantaran yang dilakukan untuk menghasilkan akibat terhalangnya aktualisasi kemampuan potensial mental dan daya pikir seseorang.
Dalam buku (Memecah Kebisuan,2009:56),” menyebutkan bahwa kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis dalam banyak kasus tidak kalah menyakitkan daripada kekerasan fisik.”
Para feminis berargumentasi bahwa dalam masyarakat dengan kultur patriarkhi yang menyebabkan adanya ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan perempuan, 95% kekerasan yang sering terjadi, korbannya adalah perempuan. Hal tersebut dipertegas oleh John Galtung bahwa, dalam realitasnya kekerasan bentuk apapun pasti melibatkan dua relasi yang tidak seimbang, yaitu ada pihak yang kuat sebagai pelaku dan yang lemah sebagai korban. Oleh karena itu para feminis mengindetikan bahwa kekerasan terhadap perempuan sama dengan kekerasan berbasis gender. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang berkaitan atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan, secara fisik, seksual, psikologis, ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan dan perampasan kebebasan baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan rumah tangga (Depkes RI, 2006). Sedangkan kekerasan berbasis gender adalah kekerasan yang terjadi karena keyakinan gender, yang mendudukan kaum perempuan lebih rendah dibandingkan laki—laki.
Deklarasi CEDAW 1993, menegaskan bahwa: kekerasan berbasis gender merupakan perwujudan ketimpangan historis dari pola hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan oleh kaum laki-laki dan hambatan kemajuan bagi mereka. Pernyataan ini sangat jelas memperlihatkan adanya ketimpangan gender yang telah melembaga dalam ruang-ruang kehidupan masyarakat melalui penempatan posisi laki-laki sebagai pemegang otoritas dalam segala relasi antar manusia baik dalam ruang publik maupun domestik. Sedangkan menurut Deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan menyebutkan bahwa, kekerasan berbasis gender adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual dan pasiologis termasuuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Berangkat dari difinisi di atas, ruang lingkup kekerasan terhadap perempuan atau kekerasan berbasis gender dapat dikategorikan dalam ranah domestik maupun publik.
Kekerasan di ranah publik ( publik violence), yaitu kekerasan yang dialami perempuan di luar rumah atau di masyarakat pada umumnya. Sedangkan kekerasan dalam ranah domestik ( domestik Violence) yaitu kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga.
Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 2 UDHR, meliputi: pertama, kekerasan fisik, seksual dan psikologis dalam keluarga termasuk kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin, pemerkosaan dalam perkawinan, pengrusakan alat kelamin, dan ekploitasi; kedua, kekerasan fisik seksual dan psiologis yang terjadi dalam masyarakat luas, termasuk pemerkosaan, penyalahgunaan, pelecehan dan ancaman seksual ditempat kerja dan lembaga-lembaga pendidikan, perdagangan perempuan dan pelacuran paksa dan ; ketiga, kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan dan/ atau dibenarkan oleh negara.
Fakih mengelompokan bentuk kekerasan terhadap perempuan antara lain: pertama, pemerkosaan terhadap perempuan termasuk dalam perkawinan. Pemerkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Misalnya ketakutan, malu, depresi dan lain lain; kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi di dalam rumah tangga termasuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak-anak; ketiga, bentuk penyiksaan terhadaap organ alat kelamin (genital mutilation) misalnya, sunat perempuan dengan alasan mengontrol seks perempuan; keempat, kekerasan dalam bentuk pelacuran. Pelacuran adalah bentuk kekerasan yang diselenggarakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan perempuan; kelima, pornografi. Perempuan dijadikan objek demi keuntungan; keenam, kekerasan dalam bentuk sterilisasi KB, demi “mulus” target kontrol pertumbuhan penduduk; ketujuh, kekerasan di tempat kerja dan; kedelapan, pelecehan seksual atau sexual and emotional harassment (Mansour Fakih, 2000: 78).
Sedangkan Hermawan, mengelompokkan dalam: pertama, KDRT. Yaitu kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri baik fisik, ekonomi dan psikologis; perbedaan perlakuan anak laki-laki dan perempuan; kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga laki-laki terhadap anggota keluarga perempuan; kedua, kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Biasanya sering terjadi pada pekerja perempuan. Misalnya, colekan iseng pada organ seksual perempuan; pembicaraan yang mengarah pada pornografi, ajakan tidak senonoh. Pelaku biasanya atasan dan teman kerja laki-laki; ketiga, kekerasan dan pelecehan di tempat keramaian. Mencolek dan rayuan gombal dan; keempat, kekerasan media. Kekerasan ini terjadi misalnya pampangan gambar seksi para perempuan sebagai pemanis dan penarik sajian berita (Iwan Hermawan, 2002: 7).
Perilaku diskriminatif dan budaya patriarki di dalam masyarakat secara nyata telah memarginalkan perempuan hampir dalam segala relung- relung kehidupan. Budaya_patriarki menempatkan laki-laki sebagai fokus utama sehingga menimbulkan relasi kuasa yang tidak seimbang antara laki- laki dan perempuan. Di dalam relasi itu, laki-laki sebagai pihak yang dianggap lebih kuat belajar mengendalikan dan mengontrol perempuan. Sehingga perempuan dilihat sebagai objek kepunyaan dari laki-laki dan akhirnya membuat perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, dan perempuan sebagai warga negara kelas dua.
Lebih lanjut dapat dikatakan kasus- kasus kekerasan terhadap perempuan bersumber pada ketimpangan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang diperkuat oleh nilai-nilai patriarki yang dianut secara luas. Laki- laki disosialisasikan untuk melihat perempuan sekedar objek pelengkap, tidak penting, dan dapat diperlakukan seenaknya. Kenyataan ini dilengkapi oleh sosialisasi tentang ciri-ciri yang dianggap positif pada perempuan (feminitas) yang menekankan pada perempuan untuk bersikap pasrah, selalu. mendahulukan — kepentingan orang lain, mempertahankan ketergantungannya pada laki-laki, serta menuntutnya untuk mengutamakan peran sebagai pendamping suami dan pengasuh anak-anaknya. Kekerasan_ sendiri merupakan salah satu bentuk dari kejahatan. Kekerasan seperti yang dikatakan oleh Galtung (Hayati, 2004: 140), merupakan "suatu. tindakan yang dilakukan seseorang atau lebih yang menimbulkan luka, baik secara fisik maupun non fisik terhadap orang lain, dan lebih jauh merupakan suatu tindakan yang menyebabkan seseorang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya, disebabkan oleh bentuk-bentuk opresi dan penindasan yang ditujukan kepadanya”. Artinya, kekerasan menyebabkan seseorang dirugikan, atau mengalami dampak negatif dalam berbagai bentuk.
Bentuk-bentuk kekerasan yang menimpa perempuan hadir dalam seluruh jenis hubungan sosial yang dijalaninya, termasuk dalam hubungan keluarga, perkawanan dekat, dalam hubungan kerjanya, maupun dalam hubungan- hubungan = sosial 1 kemasyarakatan secara umum. Kekerasan itu pun dapat menimpa perempuan dimana saja, baik itu berada di ruang "publik” ataupun ruang “privat”, berlangsung baik di komunitas yang hidup dalam keadaan damai, ataupun dalam masyarakat yang berada di tengah kemelut peperangan atau konflik bersenjata. Sehingga dapat dikatakan, tidak ada satu pun tempat yang mutlak aman bagi perempuan.
Dari berbagai macam_ bentuk kekerasan yang menimpa perempuan, bentuk yang paling umum dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni kekerasan fisik, psikologis, dan seksual. Kekerasan fisik, yaitu kekerasan yang meninggalkan bekas nyata di tubuh korban, seperti pukulan, tendangan,tamparan,sundutan rokok, dan sebagainya. Sementara, kekerasan psikologis atau emosional, misalnya caci maki, bentakan, kata- kata kasar, ancaman meninggalkan, cemburu berlebihan, dan sebagainya. Sedangkan kekerasan seksual, bisa berupa ucapan tidak senonoh yang berkaitan dengan seks, menyentuh bagian-bagian tubuh secara seksual di luar keinginan korban, hingga memaksa melakukan hubungan seksual disertai janji-janji atau paksaan. Ada juga yang disebut kekerasan ekonomi, contohnya, mengharuskan salah satu pihak selalu mengeluarkan uang atau melarang bekerja.  Terkait dengan pemaknaan dan respons subyek yang terkesan seakan- akan menerima kekerasan yang dialami mereka begitu saja, namun itu bukanlah kesalahan para subyek. Nilai- nilai yang dianut dan diinternalisasikan selama ini, tidak hanya kepada diri subyek, namun juga kepada semua individu di dalam masyarakat kita yang patriarkal, akhirnya memperlihatkan bahwa itulah akar penyebabnya. Sikap posesif pun kemudian dikonstruksi menjadi sebuah bukti cinta bahwa hal tersebut merupakan cara laki-laki yang tidak ingin kehilangan pasangan perempuannya. Hal inilah yang terjadi pada_ ketiga subyek. Pemaknaan mengenai status dan peran tentang laki-laki dan perempuan di dalam suatu hubungan intim yang selama ini mereka pahami, karena disosialisasikan dan diinternalisasikan ke dalam diri mereka, membuat para perempuan yang menjadi korban ini kemudian menjadi sulit keluar dari lingkar kekerasan yang terjadi.
Dominasi dan kontrol yang dilakukan pasangan mereka masing- masing pun dapat dilihat ternyata berdampak merugikan bagi ketiganya. Dalam paparan mengenai dampak kekerasan yang terjadi, kita dapat melihat bahwa_ kekerasan __fisik, seksual, ekonomi, dan bahkan psikis mempengaruhi para subyek. Semua bentuk kekerasan itu menimbulkan cidera, terutama cidera emosional.
Kekerasan dianggap sebagai sebuah perilaku yang dipelajari dan sering digunakan oleh laki-laki sebagai sebuah cara menyelesaikan konflik. Kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki dilihat sebagai perilaku yang dirancang untuk mengintimidasi dan mengkontrol perempuan. Perilaku agresif bahkan kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki seringkali mendapat pembenaran dari masyarakat sebagai sebuah perilaku dan karakteristik yang merupakan hasil dari kebutuhan biologis yang tidak dapat dikontrol.
Dalam kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan pada umumnya, terdapat satu ciri knas dimana seorang pelaku tindakan kekerasan tersebut selalu merasa dirinya sebagai lebih kuat dan korbannya sebagai lebih lemah. Hal ini kemudian menimbulkan suatu pemikiran bahwa dalam suatu tindakan kekerasan terhadap perempuanterdapat kontribusi dari suatu mekanisme sosial yang menyebabkan seorang perempuan berada dalam posisi subordinasi dari laki-laki.
Bentuk-bentuk ”peraturan” _ ini, baik tertulis maupun_ tidak _ tertulis, maupun disadari atau tidak, sebenarnya telah memberikan batasan-batasan tentang seperti apa dan bagaimana sebenarnya status dan peran_laki- laki dan perempuan di dalam suatu hubungan. Begitupula yang _ terjadi pada status dan peran perempuan dan laki-laki di dalam hubungan pacaran. Dalam hal ini, status dan peran laki- laki memberikan kesempatan yang lebih besar kepadanya untuk berbuat sesuatu, termasuk untuk menganiaya pacarnya sendiri.
Walaupun hanya —hubungan pacaran, yang tidak memiliki status ‘legal’ tetapikarenaanggapanyangtelah terbentuk sejak lama bahwa perempuan berkewajiban untuk melayani, untuk menyenangkan pasangannya, dan rela berkorban demi orang yang dicintainya, maka perempuan-perempuan ini pun memaknainya pun demikian. Mereka tidak berani melawan karena_takut anggapan “perempuan baik-baik” akan hilang. Sehingga untuk menghindari itu mereka pun berusaha untuk terus bersabar dan seakan-akan menerima kekerasan yang menimpa mereka itu.
Pemaknaan para subyek sendiri dalam memaknai dan merespons kekerasan yang mereka alami agak berbeda. Ini disebabkan karena mereka mengalami kekerasan dengan pengalaman yang berbeda-beda, di (Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 5 No. | Februari 2009 : 43 – 55).

KESIMPULAN
Masyarakat dengan kultur patriarkhi yang menyebabkan adanya ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan perempuan, 95% kekerasan yang sering terjadi, korbannya adalah perempuan. Oleh karena itu, di balik tindak kekerasan terhadap perempuan dalam ranah apapun, yang menjadi penyebab utamanya adalah ketimpangan historis dari pola hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan oleh kaum laki-laki dan hambatan kemajuan bagi mereka, yang telah melembaga dalam ruang-ruang kehidupan masyarakat melalui penempatan posisi laki-laki sebagai pemegang otoritas dalam segala relasi antar manusia baik dalam ruang publik maupun domestik, bahkan mengejawantah dalam ruang-ruang ekonomi, politik maupun agama.
Perbuatan yang berupa pemukulan, penganiayaan yang menyebabkan matinya atau cederanya seseorang ( kekerasan fisik). Kedua, kekerasan tidak hanya dalam bentuk fisik, akan tetapi dapat dilihat dari segi akibat dan pengaruhnya pada si korban. Kekerasan yang berdampak pada jiwa seseorang, seperti kebohongan, indoktrinasi, ancaman dan tekanan adalah kekerasan psikologis karena dimaksudkan untuk mengurangi kemampuan mental atau otak.



DAFTAR PUSTAKA
Jurnal :
Harkrisnowo,Harkristuti. “Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan.” Jurnal Hukum 7.2(2000): Print
Ajeng Guamarawati, Nandika. “Suatu Kajian Kriminologis Mengenai Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Relasi Pacaran Heteroseksual.” Jurnal Kriminologi Indonesia 5.1 (2009):43-55 43 Print
Rudi Harnoko, B. “Dibalik Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan.” Jurnal Muwazah 2.1 (2010):35-45 Print

Buku :
Rofia,Nur.2009.memecah kebisuan.Jakarta:Open Society Institute.
William-de Vries, Dede. 2006. Gender Bukan Tabu.Bogor:Center of International Foresty Research (CIFOR).
Djanah,Fathul.2002.Kekerasan Terhadap Istri.Yogyakarta:PT.LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta
Nunuk P, A. 2004. Getar Gender. Magelang:Yayasan IndonesiaTera.
Hearty, Free. 2015. Keadilan Gender. Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia.





CURICULUM VITAE
(DATA DIRI)

Nama                                  : Putri Eka Dewanti
Agama                                : Islam
TTL                        : Ciamis, 6 Agustus 2000
Warga Negara                    : Indonesia
Alamat                                : Desa Jombang, Kec.Ngombol, Kab.Purworejo,
                                                   RT/RW:01, Jawa tengah
No HP                                :082237985923
Alamat Email                     :Eka810639@gmail.com
Pendidikan Formal :
SD Negeri Jombang

2006-2012
SMP Negeri 11 Purworejo

20012-2015
SMA Negera 8 Purworejo
IPA
2015-2018
STIE Latifah Mubarokiyah PP Suryalaya
Program Studi Keuangan dan Perbankan
2018- Sekarang

Pengalaman Organisasi:
Kabid kesehatan Dewan Penggalang
2013-2014
SMP Negeri 11 Purworejo
Anggota Basket
2013
SMP Negeri 11 Purworejo
Anggota PKS
2013-2014
SMP Negeri 11 Purworejo
Ketua ekstra Tari
2015-2016
SMA Negeri 8 Purworejo
Kabid persahabatan PMR
2015-2016
SMA Negeri 8 Purworejo
Anggota UKM inteklam
2018-sekarang
STIE-LM Suryalaya
Anggota UKM Dance
2019
STIE-LM Suryalaya
Anggota English club
2018-sekarang
STIE-LM Suryalaya
Wasekum PP
2019
HMI Komisariat Pagerageung



Tidak ada komentar:

Posting Komentar